Kanjeng Ratu Moksa 3 - Assumptio Beatae Mariae Virginis in Coelum - 圣母蒙召升天
Tertidurnya Maria
oleh: P. William P. Saunders * 
 Saya menyetel Channel 118 untuk mengikuti   program Rosario. Ketika imam sampai pada misteri keempat, “Maria Diangkat ke   Surga,” mereka memperlihatkan pemandangan sebuah gereja di Israel yang   diberi nama “Tertidurnya Maria.” Di sana terdapat sebuah patung Bunda Maria   yang tertidur dan sebuah makam kosong. Saya belum pernah mendengar tentang   tertidurnya Maria. Mohon penjelasan.  
~ seorang pembaca ACH 
Istilah “Tertidurnya Maria” (bahasa Latin   “dormire” artinya tidur) dapat menyesatkan sebab seolah lebih terfokus pada   wafat dan pemakaman Bunda Maria. Keyakinan seputar tertidurnya Maria pada   hakekatnya berhubungan dengan diangkatnya Santa Perawan Maria, badan dan   jiwa, ke surga. Dengan jawaban pendahuluan seperti di atas, kita perlu   meninjau kembali Dogma Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga dan bagaimana   dogma ini berhubungan dengan “Tertidurnya Maria”.
Memang, peristiwa Santa Perawan Maria   Diangkat ke Surga tidak dicatat dalam Kitab Suci. Sebab itu, banyak kaum   fundamentalis yang menafsirkan Kitab Suci secara harafiah akan mengalami   kesulitan dalam memahami keyakinan ini. Namun demikian, pertama-tama kita   patut berdiam diri dan merenungkan peran Bunda Maria dalam misteri   keselamatan, sebab inilah yang menjadi dasar dari keyakinan Santa Perawan   Maria Diangkat ke Surga. 
Kita percaya teguh bahwa sejak dari awal mula   perkandungannya, karena kasih karunia istimewa dari Allah Yang Mahakuasa,   Maria bebas dari segala noda dosa, termasuk dosa asal. Malaikat Agung St   Gabriel mengenali Maria sebagai “penuh rahmat,” “terpuji di antara   perempuan,” dan “bersatu dengan Tuhan.” Maria telah dipilih untuk menjadi   Bunda Juruselamat kita. Dari kuasa Roh Kudus, ia mengandung Tuhan kita,   Yesus Kristus, dan melalui dia, sungguh Allah menjadi juga sungguh manusia,  “Sabda itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14).
Sepanjang masa hidupnya, walau catatan dalam   Injil amat terbatas, Maria senantiasa menghadirkan Tuhan kita kepada yang   lain: kepada Elisabet dan puteranya, Yohanes Pembaptis, yang melonjak   kegirangan dalam rahim ibundanya atas kehadiran Tuhan yang masih berada   dalam rahim BundaNya; kepada para gembala yang sederhana dan juga kepada   para majus yang bijaksana; pula kepada warga Kana ketika Tuhan kita   meluluskan kehendak BundaNya dan melakukan mukjizat-Nya yang pertama.   Terlebih lagi, Maria berdiri di kaki salib bersama Putranya, memberi-Nya   dukungan dan berbagi penderitaan dengan-Nya lewat kasihnya seperti yang   hanya dapat diberikan oleh seorang ibunda. Dan akhirnya, Maria ada bersama   para rasul pada hari Pentakosta ketika Roh Kudus turun dan Gereja   dilahirkan. Sebab itu, masing-masing dari kita dapat melihat serta   merenungkan Maria sebagai hamba Allah yang setia, yang ikut ambil bagian   secara intim dalam kelahiran, kehidupan, wafat dan kebangkitan Tuhan kita.  
Karena alasan-alasan ini, kita percaya bahwa   janji Tuhan yang diberikan kepada setiap kita akan keikutsertaan dalam hidup   yang kekal, termasuk kebangkitan badan, digenapi dalam diri Maria. Sebab   Maria bebas diri dosa asal dan segala konsekuensinya (salah satunya adalah   kerusakan badan setelah kematian), sebab ia ikut ambil bagian secara intim   dalam hidup Tuhan dan dalam sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, dan sebab   ia ada saat Pentakosta, maka model dari pengikut Kristus ini sungguh pantas   ikut ambil bagian dalam kebangkitan badan dan kemuliaan Tuhan di akhir   hidupnya. 
Berdasarkan pemahaman ini, Paus Pius XII   dengan khidmat memaklumkan dalam Munificentissimus Deus tanggal 1   November 1950, bahwa “Bunda Allah yang Tak Bernoda Dosa, Maria yang tetap   perawan selamanya, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia,   diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.” Patut   dicatat bahwa definisi khidmat tersebut tidak menjelaskan apakah Maria wafat   secara fisik sebelum diangkat ke surga atau langsung diangkat ke surga;   hanya dikatakan, “Maria, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia   ….”
Jadi apakah Bunda Maria wafat terlebih dahulu   sebelum diangkat ke surga? Apakah ia “tertidur”? Apakah ia dimakamkan?   Gereja tidak mengikat kita pada suatu jawab tertentu sebab tradisi   mengenainya kurang jelas. Dalam suatu kumpulan kisah apokrif berjudul   Transitus Mariae (Perjalanan Maria), yang dianggap sebagai tulisan Uskup St.   Melito dari Sardis (wafat ±thn 200), Bunda Maria wafat dihadapan para rasul   di Yerusalem, dan kemudian menurut kisah tersebut, tubuhnya menghilang   begitu saja, atau dimakamkan dan kemudian menghilang. 
  St Yohanes Damaskus (wafat 749) juga menuliskan suatu kisah yang   menarik sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga, “St Juvenal, Uskup   Yerusalem, dalam Konsili Kalsedon (451), memberitahukan kepada Kaisar   Marcian dan Pulcheria, yang ingin memiliki tubuh Bunda Allah, bahwa Maria   wafat di hadapan segenap para rasul, tetapi bahwa makamnya, ketika dibuka   atas permintaan St Thomas, didapati kosong; dari situlah para rasul   berkesimpulan bahwa tubuhnya telah diangkat ke surga.”
Namun demikian, kisah-kisah ini janganlah   lebih diutamakan dari dasar teologis mengenai keyakinan kita akan Santa   Perawan Maria Diangkat ke Surga. Sebaliknya, patutlah kita ingat bahwa para   Bapa Gereja membela dogma SP Maria Diangkat ke Surga dengan dua alasan:   Sebab Maria bebas dari noda dosa dan tetap perawan selamanya, ia tidak   mengalami kerusakan badan, yang adalah akibat dari dosa asal, setelah   wafatnya. Juga, jika Maria mengandung Kristus dan memainkan peran yang akrab   mesra sebagai BundaNya dalam penebusan manusia, maka pastilah juga ia ikut   ambil bagian badan dan jiwa dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya.
Namun demikian, kisah-kisah saleh   mempopulerkan istilah “tertidur,” merenungkan bahwa Maria di akhir hidupnya   “tertidur” dan kemudian diangkat ke dalam kemuliaan surga. Kaisar Byzantine   Mauritius (582-602) menetapkan perayaan Tertidurnya Santa Perawan Maria pada   tanggal 15 Agustus bagi Gereja Timur demi memperingati wafat dan diangkatnya   Santa Perawan Maria ke surga. (Sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa   perayaan ini telah tersebar luas sebelum Konsili Efesus pada tahun 431.)   Pada akhir abad keenam, Gereja Barat juga merayakannya dengan nama SP Maria   Diangkat ke Surga. 
Entah kita mempergunakan istilah “tertidur”   atau “diangkat ke surga,” keyakinan dasarnya tetap sama. Katekismus, dengan   mengutip Liturgi Byzantine, memaklumkan, “Terangkatnya Perawan tersuci   adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Putranya dan satu   antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain. `Pada waktu   persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal,   engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke   sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan   membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu'” (No 966).
Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke   Surga memberikan kepada masing-masing kita pengharapan besar sementara kita   merenungkan satu sisi ini dari Bunda Maria. Maria menggerakkan kita dengan   teladan dan doa agar bertumbuh dalam rahmat Tuhan, agar berserah pada   kehendak-Nya, agar mengubah hidup kita melalui kurban dan penitensi, dan   mencari persatuan abadi dalam kerajaan surga. Pada tahun 1973, Konferensi   Waligereja Katolik dalam surat “Lihatlah Bundamu” memaklumkan, “Kristus   telah bangkit dari mati; kita tidak membutuhkan kepastian lebih lanjut akan   iman kita ini. Maria diangkat ke surga lebih merupakan suatu pengingat bagi   Gereja bahwa Tuhan kita menghendaki agar mereka semua yang telah diberikan   Bapa kepada-Nya dibangkitkan bersama-Nya. Dalam Maria diangkat ke dalam   kemuliaan, ke dalam persatuan dengan Kristus, Gereja melihat dirinya   menjawab undangan dari Mempelai surgawi.”
*   Fr. Saunders is dean of the Notre Dame   Graduate School of Christendom College in Alexandria and pastor of Our Lady   of Hope Parish in Potomac Falls.  
sumber : “Straight Answers: The Dormition   of Mary” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc;   Copyright ©2001 Arlington Catholic Herald. All rights reserved;  www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan   artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA:    www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.” 
khidmat: kedemat, khusyuk, syahdu  hormat, tabik, takzim
The Dormition of the Theotokos (Greek:  Κοίμησις Θεοτόκου,   Koímēsis, often anglicized as Kimisis) is a    Great Feast of the    Eastern Orthodox,    Oriental Orthodox and    Eastern Catholic Churches which commemorates the "falling asleep" or   death of the  Theotokos   (Mary,   the mother of Jesus; literally translated as God-bearer), and her   bodily resurrection before being taken up into heaven. It is celebrated on   August 15 (August 28,    N.S. for those following the    Julian Calendar) as the Feast of the Dormition of the Mother of   God. The    Armenian Apostolic Church celebrates the Dormition not on a fixed date,   but on the Sunday nearest August 15.  
In  Orthodoxy and Catholicism, as in the language of    scripture, death is  often called a "sleeping" or "falling asleep" (Greek    κοίμησις;  whence κοιμητήριον > coemetērium > cemetery, a    place of sleeping). A prominent example of this is the name of this    feast; another is the Dormition of      Anna, Mary's mother.  
Mary had been buried in      Gethsemane, according to her request. When they arrived at the    grave, her body was gone, leaving a sweet fragrance. An apparition is    said to have confirmed that   Christ    had taken her body to heaven after three days to be reunited with her    soul.      Orthodox theology teaches that the      Theotokos has already undergone the bodily      resurrection which all will experience at the      Second coming, and stands in heaven in that      glorified state which the other righteous ones will only enjoy after    the      Last Judgment.[3]     
44. For which reason, after we  have poured forth prayers of   supplication again and again to God, and  have invoked the light of the   Spirit of Truth, for the glory of  Almighty God who has lavished his special   affection upon the Virgin  Mary, for the honor of her Son, the immortal King   of the Ages and the  Victor over sin and death, for the increase of the glory   of that same  august Mother, and for the joy and exultation of the entire   Church; by  the authority of our Lord Jesus Christ, of the Blessed Apostles   Peter  and Paul, and by our own authority, we pronounce, declare, and define    it to be a divinely revealed dogma: that the Immaculate Mother of  God,   the ever Virgin Mary, having completed the course of her earthly  life, was   assumed body and soul into heavenly glory.
      Santo Yohanes dari Damaskus (大馬士革的聖約翰,     Bahasa Arab: يوحنا الدمشقي Yuḥannā Al Demashqi;    Bahasa Yunani: Ιωάννης Δαμασκήνος/Iôannês Damaskênos;    Bahasa Latin: Iohannes Damascenus atau Johannes Damascenus   juga dikenal sebagai John Damascene, Χρυσορρόας/Chrysorrhoas,   "mengalir dengan emas"—yaitu, "Sang Pembicara yang Keemasan") (c. 676 – 4   Desember 4 749) adalah seorang biarawan dan imam    Gereja Katolik yang berasal dari    Syria. Ia lahir dan dibesarkan di kota  Damaskus   dan meninggal (kemungkinan terbesarnya) di biaranya Mar Saba, sebelah   tenggara kota  Yerusalem.  
    
 ![]()      St. Yohanes hidup pada abad kedelapan. Ia      dilahirkan di kota Damaskus dari keluarga Kristen yang taat.      Ketika ayahnya wafat, Yohanes diangkat menjadi gubernur kota      Damaskus. Pada waktu itu, kaisar mengeluarkan perintah yang      melarang umat Kristiani memiliki patung atau pun gambar-gambar      Yesus Kristus dan para kudus. St. Yohanes tahu bahwa kaisar      salah. Karenanya, ia bergabung dengan yang lainnya untuk      mempertahankan tradisi Kristiani. Paus sendiri meminta Yohanes      untuk terus mengatakan kepada rakyat bahwa memiliki patung atau      pun gambar-gambar kudus adalah suatu hal yang amat baik. Patung      maupun gambar-gambar tersebut membantu mengingatkan kita akan      Yesus Kristus, Bunda Maria dan para kudus. Tetapi kaisar tidak      mau taat kepada Bapa Suci. Ia terus saja melarang patung dan      gambar-gambar ditempatkan di tempat-tempat umum. St. Yohanes      dengan berani menulis tiga pucuk surat. Ia meminta kaisar untuk      mengakhiri jalan pemikirannya yang salah.       Kaisar menjadi amat murka dan ingin melampiaskan      dendamnya. Yohanes memutuskan untuk mengundurkan diri dari      jabatannya sebagai gubernur. Ia menyumbangkan segala kekayaannya      kepada para miskin dan menjadi seorang rahib. Ia terus menulis      buku-buku yang mengagumkan untuk mempertahankan iman Katolik.      Sementara itu, ia juga melakukan segala pekerjaan kasar di      biara. Suatu hari ia bahkan pergi untuk berjualan keranjang di      pinggir jalan kota Damaskus. Banyak orang yang mengenal Yohanes      sebelumnya berlaku kejam terhadapnya dengan menjadikannya bahan      tertawaan. Ini dia orang yang dahulunya adalah gubernur kota      yang hebat, sekarang berjualan keranjang. Coba bayangkan betapa      berat penderitaan yang harus ditanggung oleh St. Yohanes. Tetapi      ia tahu bahwa semua uang yang ia peroleh akan dipergunakan untuk      kepentingan biara. Ia senantiasa memikirkan Yesus, Putera Allah,      yang memilih untuk dilahirkan di sebuah kandang yang hina.      Kemudian, ia merasa berbahagia dapat meneladani kerendahan hati      Kristus. St. Yohanes wafat dengan damai dan tenang pada tahun      749.       Meskipun St. Yohanes adalah seorang yang amat      pandai serta terpelajar, ia memiliki kerendahan hati yang amat      besar, seperti dinyatakannya dalam sebuah kalimat yang pernah      ditulisnya untuk menyebut dirinya sendiri “seorang hamba      rendahan yang tak berguna, yang lebih memilih untuk mengaku      dosa-dosanya di hadapan Tuhan daripada terlibat dalam      perkara-perkara teologi dan politik.”   |    
Mauritius Tiberius (582 - 602)
Maurice (Latin: Flavius Mauricius Tiberius Augustus;[1] Greek: Φλάβιος Μαυρίκιος Τιβέριος Αὔγουστος) (539 – 27 November 602) was Roman (Byzantine) Emperor from 582 to 602.
http://en.wikipedia.org/wiki/Maurice_%28emperor%29
966."Akhirnya Perawan tak  bernoda, yang tidak pernah  terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah  menyelesaikan perjalanan hidupnya  di dunia, telah diangkat memasuki  kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.  Ia telah ditinggikan oleh  Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih  penuh menyerupai  Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan  dosa dan  maut" (LG 59) Bdk.  Pengumuman dogma mengenai Maria diangkat ke surga oleh Paus Pius XII, 1950: DS  3903..  Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang  istimewa  pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari kebangkitan   warga-warga Kristen yang lain.
"Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu" (Liturgi Bisantin, pada Pesta Kematian Maria 15 Agustus).
"Pada waktu persalinan engkau tetap mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami dari kematian dengan doa-doamu" (Liturgi Bisantin, pada Pesta Kematian Maria 15 Agustus).
Dormition versus Assumption
The Dormition of the Theotokos is celebrated on August 15 (August 28, N.S. for those following the Julian Calendar), the same calendar day as the Roman Catholic Feast of the Assumption of Mary.  The Dormition and the Assumption are different names for the same  event, Mary's departure from the earth, although the beliefs are not  entirely the same.
The  Orthodox Church teaches that Mary died a natural death, like any  human  being; that her soul was received by Christ upon death; and that  her  body was resurrected on the third day after her repose, at which time she was taken up, bodily only, into heaven. Her tomb was found empty on the third day.
Roman  Catholic teaching holds that Mary was "assumed" into heaven in  bodily  form. Some Catholics agree with the Orthodox that this happened  after  Mary's death, while some hold that she did not experience death. Pope Pius XII, in his Apostolic constitution, Munificentissimus Deus (1950), which dogmatically defined the Assumption,   left open the question of whether or not Mary actually underwent death   in connection with her departure, but alludes to the fact of her death   at least five times.
Both  churches agree that she was taken up into heaven bodily. The  Orthodox  belief regarding Mary's falling asleep are expressed in the  liturgical  texts used of the feast of the Dormition (August 15) which is  one of  the Twelve Great Feasts of the Orthodox Church,   and is held by all pious Orthodox Christians; however, this belief has   never been formally defined as dogma by the Orthodox Church nor made a   precondition of baptism.
The Eastern Catholic observance of the feast corresponds to that of their Orthodox counterparts, whether Eastern Orthodox or Oriental Orthodox.
The Dormition is known as the Death of the Virgin in Catholic art, where it is a reasonably common subject, mostly drawing on Byzantine models, until the end of the Middle Ages. The Death of the Virgin by Caravaggio, of 1606, is probably the last famous Western painting of the subject.
http://en.wikipedia.org/wiki/Dormition_of_the_Theotokos#Dormition_versus_Assumption
Tidak ada komentar:
Posting Komentar